Broken Promises (Prologue)

Posted: March 11, 2011 in BP

Broken Promises

Prolog

When Death finds you, He will whisper your true Destiny..

Nadinya sudah tidak berdenyut. Kuperiksa dan kubuka kedua bola matanya, serta menyinarinya dengan senter kecil yang kupegang. Pucat. Lingkar matanya sudah menghitam sedikit. Dan di dadanya, tidak ada pergerakan diagfragma yang teratur yang biasanya terlihat jika dia sedang bernapas. Dia benar-benar sudah menjadi mayat. Hanya saja, belum tercium baunya.

“Tuhan, kau tidak mengizinkanku melihatnya lagi. Kau tidak bisa selamatkan dia. Paling tidak, kuminta pada-Mu berilah aku kekuatan menghadapinya. Kumohon beri aku kekuatan menghadapinya. Izinkan aku..”

Perkataanku terputus. Beberapa temanku masuk.

“Yoojin-sshi?” panggil Chansung, salah seorang seniorku. “Kau sudah di sini?”

Dan kemudian, sekejap saja aku tersadar dan menoleh.

“Ya, aku di sini, Chansung-sshi.” jawabku, gugup.

“Apa analisismu?” tanyanya, menghampiriku. Dia berdiri di sebelahku, semakin membuatku gugup, sambil tetap menatap mayat laki-laki di depan kami.

Analisis. Istilah ini sudah menjadi makanan sehari-hari bagiku, dipakai untuk menebak apa penyebab kematian sang mayat.

“Mayat ini baru dikirim ke sini. Ada luka besar di perutnya. Besetan sesuatu yang tajam di kepalanya, sedikit memar kakinya, di dadanya dan di punggungnya, sebesar bola tenis, tapi tidak terlalu biru. Mungkin laki-laki ini baru meninggal beberapa jam lalu..”

Ya, mayat ini laki-laki. Dan aku mengenalinya. Bulu kudukku menegang begitu melihat lagi wajahnya.

“Aku bisa merasakan darahnya masih hangat.” lanjutku.

“Sudah siap?” potong Jia, salah satu seniorku yang lain. “Tidak perlu menebak-nebak, kurasa. Kita mulai.”

Kepala Rumah Sakit datang untuk melihat proses otopsi mayat laki-laki ini. Rasa gugupku sudah sampai di titik puncak. Tidak pernah aku pernah merasa segugup ini berhadapan dengan –, bahkan mayat sekalipun.

Aku melempar poniku ke kanan dan menjepitnya. Kupakai maskerku, mengangguk, lalu memulai mengotopsi mayat ini. Beberapa menit kemudian, kubelah dadanya. Darah mengucur cepat dari tempat dadanya terbelah ke sarung tangan karetku, membuatku jijik. Benar perkiraanku tadi. Laki-laki ini.. baru meninggal. Darahnya belum beku, masih hangat. Ada perasaan agak takut dalam hatiku, takut kalau aku.. aiiish, sudahlah.

Aku ingin muntah.

“Kau tidak disarankan untuk muntah di sini, Yoojin-sshi.” kata Jia. Matanya terpaku pada beberapa organ tubuh yang sedang digenggamnya secara hati-hati. “Ini pekerjaanmu. Kau harus ingat itu.”

Aku diam lagi.

“Kau tahu konsekuensinya. Dan kau sendiri sudah memilih.” tambahnya.

Konsekuensi. Apa yang mereka tahu soal konsekuensi? Hanya orang-orang yang tidak berdosa. Profesi ini, ialah profesi yang sangat aku takuti.

Hello world!

Posted: January 13, 2011 in Uncategorized

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!